Malas memang untuk sediakan waktu untuk menginformasikan dengan detail tentang prosedur tindakan yang akan kita kerjakan kepada pasien dan keluarga sampai mereka betul-betul mengerti dan tanpa paksaan menyetujui setiap tindakan yang seorang dokter lakukan dengan semua benefit dan resikonya. Seringnya seorang dokter hanya sekelebat saja ditengah kesibukannya untuk memperhatikan hal ini, informed consent biasa disebut dalam dunia medis.
Berdasar Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor HK. 00.06.3.5.1886 tanggal 21 April 1999 tentang pedoman persetujuan tindakan medik (informed consent) mengatakan bahwa informed consent terdiri dari kata informed yang berarti telah mendapat informasi dan consent berarti persetujuan (ijin). Yang dimaksud dengan informed consent dalam profesi kedokteran adalah pernyataan setuju (consent) atau ijin dari seseorang pasien yang diberikan dengan bebas, rasional, tanpa paksaan (voluntary) tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi cukup tentang tindakan kedokteran yang dimaksud.
Informed consent menurut Ketentuan Umum Pasal 1 angka 1 Permenkes No. 290 tahun 2008 yaitu persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien
Pengalaman buruk akhirnya cuma jadi penyesalan setiap dokter yang akhirnya tertimpa bencana medikolegal terkait hal ini. Versiku, beberapa minggu lalu hampir pecah rasanya kepala ini. Wakil direktur tempatku bertugas sebagai peserta didik menghubungi bahwa seorang pasien mengadukan ketidaksenangannya atas tindakan medis yang diterimanya. Pengakuan pasien, beliau tidak mendapatkan informasi tentang pemasangan Double J (DJ) stent pada ginjalnya. DJ stent merupakan selang pengaman yang digunakan sebagai pelindung saluran kemih, indikasi pada pasien bersangkutan karena setelah dilakukan operasi penembakan batu saluran kemih bagian atas (ureter), terdapat trauma (iritasi) pada ureter, tujuannya untuk memberikan waktu yang cukup pada jaringan ureter untuk menyembuh dan mencegah penyempitan ureter dikemudian hari. Tidak ada yang salah sampai disitu, tujuan cukup gamblang demi kebaikan pasien. Tak sedikitpun terbesit mengambil keuntungan dari tindakan apa yang dilakukan, terlebih adalah seorang peserta didik, hanya menjalankan tugas pelayanan kesehatan sembari menenggak ilmu darinya.
Pasalnya, pasien ini cukup spesial, punya ambang nyeri yang sangat rendah, jadi rasa tidak nyaman yang dirasakan menjadi sangat mengganggu aktivitasnya. Karena hal tersebutlah pasien mengadu kepada mangement rumah sakit dengan alasan tidak mendapatkan informasi apapun terkait pemasangan selang diginjalnya. Nah, kebetulan pasien tidak dapat menahan emosinya, ancaman untuk membawa permasalahan ke ranah hukum pun tersampaikan.
Kalau sudah begini, pihak rumah sakit harus ambil langkah cepat mengakomodasi setiap keluhan pasien, adakan pertemuan untuk melakukan pendekatan sosial sehingga tidak meluas dan menjadi gosip umum yang menyudutkan. Saran dari Bapak Wadir, aku menemui pasien dan keluarganya, duduk manis penuh senyum untuk mendengarkan setiap keluh kesah pasien dan memberikan solusi atas masalah yang mereka hadapi.
Aku penuhi nasehat itu, dibuatlah janji bertemu dengan pasien, ditemani pihak Humas rumah sakit akupun menemui pasien. Yang kulakukan pertama kali jelas membuat pasien nyaman dengan pertemuan saat itu, aku coba menawarkan minuman dingin kepada beliau dan keluarga (berharap isi kapalanya ikut dingin) kemudian membuka pembicaraan dengan persuasive approach yang pernah kudapat pelajarannya selama perjalanan hidup :p.
Pasien dan keluarga mengaku yakin tidak pernah mendapatkan penjelasan terkait pemasangan selang ginjal, itu konteksnya. Pun sama pikirku, yakin minimal dua kali kujelaskan setiap tindakan yang akan kulakukan kepada pasien. Salahnya, tampaknya hal tersebut tidak terdokumentasikan distatus pasien, terlebih tanda tangan keluarga bahwa mereka mengerti penjelasan dan dengan semua keuntungan serta kerugian tindakan bersedia yang menjalani operasi. Dihadapan pasien aku tidak menunjukkan bahwa aku benar, dan kalian salah, karena hal tersebut hanya akan memperkeruh permsalahan, dan lagi tidak ada manusia manapun yang rela disalahkan. Aku coba menyampaikan permintaan maaf atas ketidaknyamanannya terpasang selang ginjal dan meyakinkan pasien bahwa itu semua demi kebaikan beliau. Kutawarkan solusi untuk pencabutan selang ginjal dengan segera dan dengan pembiusan untuk mencegah nyeri yang timbul saat tindakan. Hasilnya, beliau dan keluarga berkenan. Alhamdulillah... setiap masalah selalu ada jalan keluar.
Tips singkat jika kita menghadapi permasalahan yang sama :
- Don't be panic
- Komunikasi hati ke hati
- Jangan membantah pasien yang sedang emosi, bicara ketika emosi sudah reda
- Kumpulkan data lengkap sebagai proteksi terakhir untuk justifikasi jika pendekatan sosial gagal
- Siapkan solusi
- Berdoa sama Pemilik Hati, perbanyak istighfar, mungkin ujian ditimpakan karena dosa kita :)
Yakinlah semua terjadi atas kehendaknya dan semua solusi hanya kembali pada-Nya.
- Berdoa sama Pemilik Hati, perbanyak istighfar, mungkin ujian ditimpakan karena dosa kita :)
Yakinlah semua terjadi atas kehendaknya dan semua solusi hanya kembali pada-Nya.
Tindakan preventif tetap lebih baik. Semua itu gak akan terjadi kalau kita menyediakan waktu dan perhatian cukup untuk pasien. Jelaskan dengan lengkap, pastikan pasien dan keluarga mengerti penjelasan kita lalu tanpa paksaan mengambil keputusan dengan semua resiko dan keuntungan yang dapat terjadi. Terpenting, dokumentasikan apa yang sudah disampaikan kepada pasien lengkap dengan tanda tangan pasien dan saksi keluarga.
Pertanyaan retoriknya ; Anda pilih mana ?
JELASKAN GAMBLANG, ATAU MASUK BUI???
Image Source :
Informed-Consent-e1493302040733.jpeg
Semoga bermanfaaat,
Medan, Agustus 2018
Posting Komentar
Posting Komentar