eko indra eko indra Author
Title:
Author: eko indra
Rating 5 of 5 Des:
TERAPI ANTIBIOTIKA PADA KEHAMILAN DAN PERSALINAN PENDAHULUAN Pada kehamilan dan persalinan tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya suatu...

TERAPI ANTIBIOTIKA
PADA KEHAMILAN DAN PERSALINAN




PENDAHULUAN

Pada kehamilan dan persalinan tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya suatu proses infeksi. Infeksi yang terjadi selama masa kehamilan dan persalinan dapat disebabakan oleh kombinasi berbagai mikroorganisme, termasuk basillus dan kokkus jenis aerob maupun anaerob, oleh karena itu perlu dipikirkan pemberian antibiotik yang berguna untuk mempertahankan keadaan ibu dan janin.(1)

KLASIFIKASI FOOD AND DRUG ADMINISTARTION (FDA) (2)

Food and Drug Administration (FDA) pada tahun 1979 menentukan lima kategori pemberian obat untuk wanita hamil dengan memperhatikan efek yang mungkin berbahaya bagi janin serta klasifikasi penggunaan obat baik untuk pasien maupun dokter mengenai pemakaian obat selama hamil.(2)
1. Kategori A
Dalam kategori ini tercakup obat-obatan yang dalam penelitian terkontrol pada manusia tidak memperlihatkan resiko terhadap janin. Ada beberapa obat yang masuk ke dalam kategori A, dan Contohnya mencakup preparat multivitamin atau vitamin prenatal selama kehamilan.(2)
2. Kategori B
Dalam kategori ini tercakup obat-obatan yang dalam penelitian binatang atau manusia tidak memperlihatkan resiko yang berarti. Kategori ini mencakup obat-obatan yang dalam penelitian binatang tidak memperlihatkan resiko terhadap janin, namun penelitian manusia tidak dilakukan, atau efek yang berbahaya dijumpai dalam penelitian manusia yang terkontrol baik.(2)

Contoh golongan obat antibiotik kategori B :
a. Sulfonamid
Sulfonamid mempunyai spektrum anti bakteri yang luas, meskipun kurang kuat dibandingkan dengan antibiotik dan strain mikroba yang resisten makin meningkat. Golongan obat ini umumnya hanya bersifat bakteriostatik, namun pada kadar yang tinggi dalam urin, sulfonamid dapat bersifat bakterisid. (3) .Dosis yang digunakan umumnya pada anak-anak 150 mg/kg berat badan sedangkan dosis pada orang dewasa 3-5gr sehari, dibagi dalam tiga atau empat dosis.(3) .Prinsip mekanisme dari penggunaan sulfonamid adalah :(4)
• meningkatkan permeabilitas barrier sel dan protein efflux
• menurunkan sensitivitas atau bekerja pada target enzim
• membebaskan target enzim yang baru
Absorpsi melalui saluran cerna mudah dan cepat, kecuali beberapa macam sulfonamid yang khusus digunakan untuk infeksi lokal pada usus.. Kira-kira 70 – 100 % dosis oral sulfonamid diabsorpsi melalui saluruan cerna dan dapat ditemukan dalam urin 30 menit setelah pemberian. (3) . Berdasarkan kecepatan absorpsi dan ekskresi sulfonamid dibagi dalam empat golongan besar :(3)
1. Sulfonamid dengan absorpsi dan ekskresi cepat antara lain, sulfadiazin, sulfamerzin, sulfametazin, kombinasi sulfa dan sulfisoksazol
2. Sulfonamid dengan absorpsi cepat tapi ekskresinya lambat, antara lain sulfametoksipiridazin dan sulfadimetoksin
3. Sulfonamid yang hanya diabsorpsi sedikit oleh usus bila diberikan per oral, antara lain suksinilsulfatiazol dan ftalilsulfatiazol
4. Sulfonamid yang digunakan untuk maksud-maksud khusus antara lain sulfisolmidin, sulfasetamid dan perak sulfadiazine.
Dalam tubuh sulfa mengalami asetilasi dan oksidasi terutama terjadi di dalam hati. Hasil oksidasi inilah yang sering menyebabkan reaksi toksik sistemik terutama lesi pada kulit dan gejala hipersensitivitas, sedangkan hasil asetilasi menyebabkan hilangnya keaktifan obat.(3)
Sulfonamid dapat cepat melewati plasenta dan dengan konsentrasi tinggi sulfonamide akan berada pada sirkulasi janin.Bila preparat ini diberikan menjelang saat persalinan dapat mengakibatkan kadar bilirubin bebas. Sulfonamid juga dapat masuk pada asi dalam konsentrasi rendah. Sulfonamid dapat menyebabkan “kernikterus” pada bayi terutama jika pemberian pada satu bulan pertama kehidupan, karena dapat mengakibatkan penggeseran ikatan dengan albumin.(3)


b. Penisilin
Penisilin mempunyai spektrum terutama terhadap mikroba gram-positif dan beberapa mikroba gram-negatif. Golongan obat ini bersifat bakteriostatik dimana bekerja menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba . penisilin didistribusi luas dalam tubuh. Ikatan proteinnya 65%, kadar obat memadai dapat tercapai dalam hati, empedu, ginjal, usus dan limfe. Biotransfarmasi penisilin umumnya dilakukan oleh mikroba, dimana penisilin mempengaruhi terhadap pemecahan cincin betalaktam yang menyebabkan hilangnya aktivitas antimikroba. Penisilin merupakan antibiotika yang efektif secara tunggal dan juga menimbulkan efek yang adiktif jika digunakan secara kombinasi untuk mengobati sepsis atau infeksi berat yang disebabkan infeksi yang masuk melalui jalan lahir atau pelvik. Efek samping dari pemberian penisilin dapat berupa : reaksi alergi dan iritasi lokal.(5)

3. Kategori C
Yang masuk kategori ini adalah obat-obatan yang belum diteliti secara memadai, baik terhadap pemakaiannya pada binatang maupun manusia, atau obat-obatan yang dalam penelitian binatang menunjukan efek berbahaya terhadap janin tetapi data-data pemakaiannya pada manusia tidak tersedia. Banyak obat yang sering digunakan dalam kehamilan termasuk dalam kategori ini. obat-obatan yang tergolong ke dalam kategori ini menimbulkan kesulitan yang paling besar bagi dokter baik dalam hal pemakaian kliniknya maupun dari sudut medikolegal.(2) .
Contoh golongan obat antibiotik kategori C
a. Klorokuin
Obat ini sering digunakan sebagai anti malaria dan anti radang. Mekanisme kerja obat ini diduga berhubungan dengan sintesis asam nukleat dan nucleoprotein yaitu dengan menghambat DNA polymerase dan RNA polymerase. Absorpsi klorokuin setelah mencapai kadar puncak dalam plasma setelah 1-2 jam. Dosis harian 300 mg, menyebabkan kadar mantap kira-kira 25цg/l, sedangkan dengan dosis oral 0,5 gr tiap minggu mencapai kadar plasma antara 150-250 цg/l. efek samping berupa sakit kepala ringan, gangguan pencernaan, ganggguan penglihatan dan gatal-gatal. Klorokuin dikontraindikasikan pada penyakit hepar.(4-6)
Pengobatan ini dapat diberikan selama kehamilan dan nifas. Cara pemberian dan dosis pengobatan tergantung dari tingkat endemisitas dan status resistensi parasit setempat. Obat ini tidak mempunyai efek abortif atau teratogenik, selain itu perlu diberikan asam folat 5 mg atau vitamin B16.(7)
b. Kuinolon
Kuinolon mempunyai daya anti bakteri yang baik terhadap kuman gram negative. Golongan fluorokuinolon aktif terhadap enterobacteriaceae (E.coli, Klebsiella,enterobacter, proteus), shigella salmonella, dengan aktivitas yang lebih rendah,golongan obat ini juga dapat menghambat stfilokokus. Florokuinolon diserap dengan cepat melalui saluran cerna. Semua florokuinolon mencapai kadar puncaknya dalam 1-2 jam setelah pemberian obat. Efek samping pada saluran cerna berupa mual dan hilang nafsu makan, pada SSP berupa reaksi psikotik, halusinasi, depresi dan kejang, sedangkan reaksi hipersensitivitas dapat berupa eritem dan pruritus.(4)

4. Kategori D
Yang termasuk kategori ini adalah obat-obatan yang terbukti menimbulkan resiko bagi janin namun khasiatnya melebihi resiko ini.(2) Golongan obat antibiotik kategori D :
a. Golongan Tetrasiklin
Golongan tetrasiklin termasuk diantaranya hidroklorida tetrasiklin, oksitetrasiklin dan komplek phospat tetrasiklin. Tetrasiklin merupakan antibiotic berspektrum luas yang bersifat antibiotik bakteriostatik dimana sangat baik digunakan untuk berbagai macam infeksi bakteri yang belum diketahui penyebabnya secara pasti, golongan tetrasiklin efektif untuk Rickettsia, Mycoplasma, Chlamydia, Helicobacter pylori dan Borrelia. (3) . Golongan tetrasiklin terdiri atas :
• Generasi pertama : klor tetrasiklin merupakan isolasi dari streptomyces,
aureofaciens, oksitetrasiklin dan demeklosiklin
• Generasi kedua : minosiklin, metasiklin dan doksisiklin
• Generasi ketiga : glisisiklin
Tetrasiklin ini biasanya digunakan secara oral, hanya dalam keadaan tertentu diberikan secara parenteral. Tetrasiklin sangat berbahaya sehingga dapat menyebabkan terjadinya supra infeksi, oleh karena itu pemakaiannya harus dengan petunjuk dokter, dosis pemakaian; dewasa secara oral dua kali sehari 300 mg, anak-anak 6 mg/kg berat badan.(8) . Tiga mekanisme terhadap tetrasiklin :
1. Penurunan akumulasi intraseluler berupa pengurangan influx atau peningkatan efflux dari transport aktiv protein pump.
2. Proteksi terhadap protein ribosom.
3. Inaktivasi enzim dari tetrasiklin.
Sekitar 30-80 % tetrasiklin diserap dalam saluran cerna, dosisiklin dan minosiklin diserap lebih dari 90 %. Absorpsi ini sebagian besar berlangsung di lambung dan usus halus bagian atas. (4)
Peraparat ini dapat menimbulkan perubahan warna pada tunas gigi susu janin yang akan tumbuh., karena itu ada beberapa alternatif pengobatan yang aman. Pengecualian satu satunya mungkin untuk pengobatan penyakit sifilis maternal pada wanita yang alergi terhadap penisilin dan tindakan desensitisasi untuk tidak praktis. (10)
Pemberian golongan tetrasiklin pada neonatus dapat mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan mengakibatkan fontanel menonjol sekalipun obat ini diberikan dalam dosis terapi biasa. Pada keadaan ini tidak ditemukan kelainan pada cairan cerebro spinal (LCS) dan bila terapi dihentikan maka tekanannya akan menurun kembali dengan cepat.(10)
Tetrasiklin terikat pada jaringan tulang yang sedang tumbuh dan membentuk kompleks. Pertumbuhan tulang akan terhambat sementara pada fetus dan anak. Bahaya ini terutama terjadi mulai pertengahan masa hamil sampai anak umur tiga tahun. Pada gigi susu maupun gigi tetap, tetrasiklin dapat menimbulkan disgenesis, perubahan warna permanen dan terjadinya karies.(4)
Hal ini disebabkan karena tetrasiklin dapat menembus barrier plasenta dan dapat berada pada air susu (ASI). (4)

5. Kategori X
Yang termasuk kategori ini adalah obat-obatan yang terbukti membawa resiko terhadap janin dan jelas resikonya melebihi setiap manfaat yang diberikan.(2). Golongan obat antibiotik kategori X :
a. Isotretinoin
Isotretinoin yaitu salah satu vitamin A berupa asam retinoat yang merupakan hasil oksidasi group alkohol dari retinol. Pemberian dalam dosis kecil tidak akan menunjukkan efek farmakodinamika yang berarti, sebaliknya jika pemberian dosis besar akan menimbulkan keracunan. Vitamin A diabsorpsi sempurna dalam saluran cerna dan kadarnya dalam plasma mencapai puncak setelah 4 jam. Dosis berlebihan menimbulkan tertogenisitas berupa malformasi pada SSP, mata, palatum dan saluran kemih. Oleh karena itu dosis yang berlebih tidak dianjurkan selama kehamilan. Dilaporkan terjadinya deformitas pada bayi yang ibunya mendapat 25000 IU vitamin A pada beberapa bulan pertama kehamilan. Preparat berupa kapsul mengandung 10, 20, 40 mg isotretinoin dosis 0,5-1 mg/kg/hari dibagi 2 dosis, maksimal pemberian 2 mg/kg.(4)

Tabel Klasifikasi obat antibakteri menurut FDA (11)
OBAT ANTIBAKTERI KLASIFIKASI FDA
Vitamin prenatal selama kehamilan kategori A
Sulfonamides, Penicillin, Azitromisin, Cephalosporine, Erythromycine, Metronidazole, Rifabutin Kategori B
Amynoglycoside, Aztreonam, Chloroquine, Imipenem, Quinolones, Trimetropime, Vancomycine Kategori C
Tetracycline, doxycycline, minocycline Kategori D
Isotretinoin Kategori X








ANTIBIOTIKA PROFILAKSIS
Suatu tindakan obstetrik (seperti seksio sesarea, atau pengeluaran plasenta secara manual) dapat meningkatakan resiko seorang ibu terkena infeksi. Resiko ini dapat diturunkan dengan :
• Mengikuti petunjuk pencegahan infeksi yang dianjurkan
• Menyediakan antibiotika profilaksis pada saat tindakan
Antibiotika profilaksis diberikan untuk membantu pencegahan infeksi. Jika seorang ibu dicurigai atau didiagnosis menderita suatu infeksi, pengobatan dengan antibiotika merupakan jalan yang tepat. (11)
Pemberian antibiotika profilaksis 30 menit sebelum memulai suatu tindakan, jika memungkinkan, akan membuat kadar antibiotika dalam darah yang cukup pada saat dilakukan tindakan. Perkecualian untuk hal ini adalah operasi seksio sesarea, dimana antibiotika profilaksis sebaikanya diberikan sewaktu tali pusat dijepit setelah bayi dilahirkan. Satu kali dosis pemberian antibiotika profilaksis sudah mencukupi dan tidak kurang efektif dibandingkan tiga dosis atau pemberian antibiotika selama 24 jam dalam mencegah infeksi. Jika tindakan berlangsung lebih dari 6 jam, atau kehilangan darah mencapai 1500 ml atau lebih, berikan dosis antibiotika profilaksis yang kedua untuk menjaga kadarnya dalam darah selama tindakan berlangsung.(11)
Penggunaan istilah terapi antibiotika yang diajukan oleh Profesor Reber dari Cantonal University Clinic, Basie, Switzerland dalam World Congress on Antiseptic tahun 1976 di Limburg/Lahn, Jerman, dalam upaya Pengendalian Infeksi menyebutkan bahwa : Istilah terapi profilaksis antibiotika, dapat digunakan pada 2 keadaan, yaitu : (11)
1. Antibiotika yang digunakan sebelum terjadinya atau timbulnya gejala-gejala infeksi (prevention of infection)
2. Antibiotik digunakan sebelum mikroorganisme penyebab teridentifikasi (prevention of infection complication). Identifikasi diperoleh melalui pemeriksaan apus,langsung atau biakan. Pencegahan di sini, juga mempunyai unsure terapetik, dalam arti bahwa pengobatan yang dijalankan belum bersifat definitive, tetapi untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat (septicemia atau syok septik).
Terapi definitive antibiotika adalah pemberian antibiotika rasional, ditujukan langsung terhadap jenis mikroorganisme tertentu yang diidentifikasi melalui pemeriksaan apus, langsung atau biakan. (12)

RANGKUMAN
Pemberian antibiotika pada kehamilan dan persalinan telah diklasifikasikan oleh Food and Drug Administration (FDA), sehingga jika suatu proses infeksi terjadi pada kehamilan dan persalinan dapat diberikan antibiotika menurut aturan. Pemberian antibiotika yang tepat dapat memberikan keamanan dan keselamatan bagi ibu dan janin.


DAFTAR PUSTAKA

1. David K, Philip J, Carl P, Bernand G. High Risk Pregnancy Management Option. 2nd edition. London. 2000. p620-621.
2. Robert K, Creasy, ND. Maternal-Fetal Medicine. 5th edition. Colombus, Ohio. 2004. p283.
3. Yagiela JA, Dowd FJ, Neidle EA, Pharmacology and Therapeutics For Dentistry. 5th edition.Elsevier Mosbay. 2004. p643-651.
4. Ganiswara SG, Farmakologi dan Terapi, edisi 4, Jakarta, FK UI, 2003. Hal 24-38.
5. Sastramihardja HS, Buku Pedoman Kuliah Farmakologi Klinik, FK UNPAD. 2005. Hal36-42.
6. Motta M, Tincani A, Faden D, Zinzin E, Macheni A, Frasssi M, Follow-up of Infant Exposed to Qhloroquine Given to Mother During Prenancy and Lactation. J. perinatol. 20005;25(2):86-9.
7. Arif M, Kuspuji T, Rakhmi S, Wahyu I, Wiwiek S, Kapita Selekta Kedokteran, FK UI, edisi ketiga, 2001, hal. 416.
8. Widjayanti VN, Obat-obatan, Semarang, 2003. Hal 10-13.
9. Katzung B, Basic and Pharmacology, 7th edition. prentice hall international. 20003. p234-236.
10. Cunningham FG, Mac D, Gant NF, Obstetri Williams, edisi 18, Diterjemahkan oleh J.Suyono dan Hartanto,1989, Hal 661-663.
11. Prof.dr.Abdul BS SPOG, George A, Gulardi H, Djoko W, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Parwirohardjo. Jakarta, 2002. Hal 595-597.
12. Knneth j, Cunningham, Gant, Alexander J, Bloom S, Casey B, Dashe J, Sheffield J, Yost N, Manual of Obstetrics. Texas.2001. Chap13, p88.

About Author

Advertisement

Posting Komentar

Aku... mengatakan... 8 Juli 2008 pukul 08.52

wah pak dokter yang baru beres OB...
Lanjutkan postinganmu mas,btw tuker"an dnk linknya

 
Top